Ditinjaudari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama'ah berasal dari kata-kata: a. Ahl (Ahlun), berarti "golongan" atau "pengikut" b. Assunnah berarti "tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakupucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW". c. Wa, huruf 'athf yang berarti "dan" atau "serta" d.
Asy'ariyah sebagai salah satu aliran dalam teologi Islam, mencuat ke atas secara vulgar sebagai manifestasi sikap kritis dan reaktif terhadap pemikiran yang berkembang sebelumnya terutama aliran Mu'tazilah. Pendiri aliran ini tidak pernah memberikan label nama tertentu terhadap aliran ini, tapi para pengikutnyalah yang memberi nama dengan menisbatkan kepada pendirinya yakni Abu Hasan Ibnu Ismail al-Asy’ pada awal kemunculannya, aliran ini mengesankan hanya sebagai kelompok sempalan dari aliran Mu'tazilah. Sedangkan Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand pada pertengahan abad IX M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Maturidiyah semasa hidupnya dengan Asy’ary, hanya dia hidup di Samarkand sedangkan Asy’ary hidup di adalah pengikut Syafii dan Maturidy pengikut Mazhab itu kebanyakan pengikut Asy’ary adalah orang-orang Sufiyyah, sedang pengikut pengikut Maturidy adalah orang-orang Hanafiah.
Titiktolak dari paham Ahlussunnah wal Jama'ah terletak pada prinsip dasar ajaran Islam yang bersumber kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Ada beberapa tokoh-tokoh NU yang menafsirkan paham Ahlussunnah wal Jama'ah, di antaranya adalah KH. Bisri Mustofa, KH. Achmad Siddiq, KH. Saefuddin Zuhri, KH. Dawam Anwar, KH. Said Aqil Siradj, KH.
Sebagaimana penjelasan yang telah lalu, bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan Islam murni yang langsung dari Rasulullah kemudian diteruskan oleh para sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Yang ada hanyalah ulama yang telah merumuskan kembali ajaran Islam tersebut setelah lahirnya beberapa faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengaburkan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya yang murni itu. Dalam hal ini, ulama yang merumuskan gerakan kembali kepada Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Imam al-Asy’ari dam Imam al-Maturidi. Mengutip dari Imam Thasy Kubri Zadah 901-968 H/1491-1560 M, Dr. Fathullah Khulayf dalam pengantar Kitab al-Tauhid karangan Imam al-Maturidi mengatakan, “Bahwa pelopor gerakan Ahlussunnah Wal-Jama’ah , khususnya dalam ilmu Kalam adalah dua orang. Satu orang bermadzhab al-Hanafi, sedang yang lain dari golongan Madzhab al-Syafi’i. Seorang yang bermadzhab al-Hanafi itu adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Sedangkan dari golongan Madzhab al-Syafi’I adalah Syaikh al-Sunnah, pemimin masyarakat, imam para mutakallimin, pembela sunnah Nabi dan Agama Islam, pejuang dalam menjaga kemurnian akidah kaum muslimin, yakni Abu al-Hasan al-Asy’ari al-Bashri.” Kitab al-Tauhid, hal 7 Nama lengkap Imam al-Asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H/874 M dan wafat pada tahun 324 H/936 M. Beliau adalah salah satu keturunan sahabat Nabi yang bernama Abu Musa al-Asy’ari. Setelah ayahnya meninggal dunia ibu beliau menikah lagi dengan salah seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali al-Jubba’I w. 304 H/916 M. Awalnya Imam al-Asy’ari sangat tekun mempelajari aliran Mu’tazilah. Namun setelah beliau mendalami ajaran Mu’tazilah, terungkaplah bahwa ada banyak celah dan kelemahan yang terdapat dalam aliran tersebut. Karena itu, beliau meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan kembali kepada ajaran Islam yang murni, sesuai dengan tuntutan Rasul dan teladan para sahabatnya. Pengikut beliau berasal dari berbagai kalangan. Para muhadditsin ahli hadits, fuqaha’ ahli fiqh, serta para ulama dari berbagai disiplin ilmu ikut mendukung serta menjadi pengikut Imam al-Asy’ari. Di antara para ulama yang mengikuti ajaran beliau dalam bidang akidah adalah al-Hafizh al-Baihaqi 384-458 H/994-1066 M pengarang al-Sunan al-Kubra dan lain-lain, al-Hafizh Abu Nu’aim 338-430 H/948-1038 Mpengarang Hilyah al-Auliya’, al –Hafizh al-Khatib al-Baghdadi 392-462 H/1002-1072 M pengarang Tarikh Baghdad, al-Hafizh al-Khaththabi 319-388 h/932-998 M pengarang Ma’alim al Sunan, al-Hafizh Ibnu al-Sam’ani 506-562 H/1112-1167 M, al-Hafizh Ibnu Asakir al Dimasqy dan Tabyin Kidzb al-Muftari, Imam al-Nawawi 631-676 H/1234-1277 M pengarang Riyadh al-Shalihin, al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani 793-852H/1391-1448 M penulis kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari serta kitab Bulugh al-Maram, Imam al-Qurthubi H/1237 M pengarang Tafsir al-Qurthubi, Imam Ibn Hajar al-Haitami 909-974 H/1504-1566 M pengarang kitab al-Zawajir, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari 826-925 H/1423-1520 M pengarang kitab Fath al-Wahhab, serta masih banyak ulama terkenal lainnya. Sedangkan dari kalangan tashawwuf terkenal yang menjadi pengikuti akidah al-Asy’ari adalah Abu al-Qasim Abdul Karim bin Haawazin al-Qusyairi 376-465 H/987-1075 M pengarang al-Risalah al-Qusyairiyyah, dan Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali 450-505H/1058-1111M. Al-Hafizh Ibnu Asakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, hal 291 Bahkan para habib yang merupakan keturunan Rasulullah sejak dahulu sampai sekarang juga mengikuti akidah Imam al-Asy’ari. Sebagaimana diakui oleh seorang sufi kenamaan yang bergelar lisan al-alawiyyin, yakni penyambng lidah habaib, al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddan 1044-1132 H/1635-1720 M. Uqud al-Almas, hal 89 Imam al-Asy’ari tidak hanya meninggalkan ajaran melalui murid-murid beliau yang sampai kepada kita. Tetapi beliau juga juga meninggalkan sekian banyak karangan. Di antara karangan beliau yang sampai kepada kita adalah kitab al-Luma, fi al-Raddi ala Ahl al-Zayghi wa al-Bida’ Risalah Istihsan al-Khaudh fi’Ilm al-Kalam dan lain-lain. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung masih merupakan bagian dari madzhab Abu Hanifah, terutama dalam bidang akidah. Karena itu banyak pakar menyimpulkan bahwa yang menjadi landasan pijakan Imam al-Maturidi adalah pendapat-pendapat Abu Hanifah dalam bidang akidah. Muhammad Ab Zahrah, Tarikh al-Madzabib al-Islamiyyah, juz I hal 173. Murid-murid beliau yang terkenal ada empat orang, yakni Abu al-Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail H/951M yang terjenal sebagai Hakim Samarkand. Lalu Imam Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastaghfani. Kemudian Imam Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa al-Bazdawi H/1004 M. Dan yang terakhir adalah Imam Abu al-Laits al-Bukhari H/983 M. Di antara tulisan Imam al-Maturidi yang sampai kepada kita adalah kitab al-Tauhid yang di-tahqiq diedit oleh Dr. Fathullah Khulayf dan kitab Ta’wilat Ahlussunnah. Baca juga Hujjah Aswaja Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan Usaha serta perjuangan dua imam ini dan para muridnya telah berhasil mengokohkan keimanan kita dan membuktikannya secara rasional tentang adanya Tuhan, kenabian, mukjizat, hari akhir, kehujjahan al-Quran, dan as-Sunnah, dan lain-lain dari golongan yang mengingkarinya. Sehingga ulama lain seperti para fuqaha ahli fiqh dan muhadditsin tidak perlu bersusah payah melakukan hal yang sama. Imam al-Ghazali al-Mustashfa, hal 10-12. Sumber KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya Khalista.
ØDalam bidang Ahlaq (Tasawuf) selaras dengan ajaran Imam Al Gozali dan al Junaidi al Bagdadi. Di antara ajaran (akidah) Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : Ø Meyakini Wujudnya Allah. Ø Meyakini bahwa Allah Maha Esa (baik dzat, sifat maupun perbuatannya). Ø Meyakini terhadap sifat-sifat Allah (sifat wajib 20, sifat mustahil 20, sifat jaiz 1).
Berikut kami jelaskan ajaran ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah mencakup bidang akidah dan tasawuf Baca juga Pengertian Ahlusunnah Wal Jamaah Secara Bahasa dan Istilah Ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah Bidang Akidah Akidah erat kaitannya dengan iman yang secara bahasa berarti percaya, akan tetapi bagi Ahlussunnah Wal Jamaah iman merupakan sebuah perkara harus diucapkan dengan lisan dan diakui dalam hati kemudian diamalkan dalam perbuatan. Secara garis besar, Ahlussunnah Wal Jamaah memiliki beberapa ajaran pokok dalam bidang akidah yaitu Allah mempunyai takdir atas manusia tetapi manusia memiliki bagian untuk usaha atau ikhtiar kasb Ahlussunnah Wal Jamaah tidak mudah mengkafirkan manusia. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa manusia yang berdosa besar tetaplah seorang mukmin dan bukan kafir. Dia kelak tetap akan masuk surga setelah menerima balasan atau hukuman di neraka sesuai dengan perbuatannya. Ahlussunnah Wal Jamaah berkeyakinan bahwa Al-Qur'an itu Firman Allah dan bukan makhluk. Ahlussunnah Wal Jamaah meyakini Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan 1 sifat Jaiz. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa orang yang beriman kelak masuk surga dan dapat melihat Allah, Jika Allah mengizinkan. Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa keadilan Allah adalah Allah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Ahlussunnah Wal Jamaah mentakwilkan tangan Allah, mata Allah dan wajah Allah sebagai kekuasaan Allah, penglihatan Allah dan Dzat Allah. Ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah Bidang Tasawuf Dari sisi bahasa, tasawuf berasal dari kata Shafaa yang artinya bersih atau suci. Ada yang mengatakan berasal dari kata Shaff yang berarti barisan dalam salat. Ada juga yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani Shopia artinya Hikmah. Akan tetapi tujuannya sama yaitu mementingkan kebersihan batin. Orang yang mengamalkan nya disebut Sufi sedangkan ilmunya disebut tasawuf. Menurut istilah, tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan kepada suatu keadaan yang lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna, pindah dari ilmu kebendaan bersifat keduniawian ke alam rohani akhirat. Tasawuf membimbing agar kualitas ibadah dan keislaman seseorang benar-benar sempurna, Juga membimbing agar manusia mengenali hakikat sebagai hamba yang lemah dan selalu bersandar, berserah diri kepada Allah dalam setiap perbuatannya jam. Berikut inti ajaran tasawuf, khususnya yang menjadi kepercayaan Ahlusunnah Wal Jamaah Keikhlasan pengabdian kepada Allah sehingga memiliki jiwa yang bersih, tidak sombong, selalu berhati-hati dan waspada. Tidak mudah puas dan selalu meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Menyadari kelemahan sebagai manusia sehingga selalu menerima kegagalan dengan kebersihan jiwa, lapang dada, selanjutnya Berusaha atau berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berserah diri semata-mata mendapat bimbingan dari ridho Allah. Sejak abad ke-2 Hijriyah banyak tokoh ulama tasawuf yang terkenal diantaranya adalah Imam Abu Mansur Al Maturidi, Imam Abu Hasan Al Asy'ari, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, Imam Al Ghazali dan Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan lain sebagainya. Baca juga Biografi Abu Hasan Al Asy'ari Sejarah Mazhab Al-Asy'ari Sejarah Aliran Al Maturidi Beserta Karya-karyanya Berikut tiga golongan besar dalam tasawuf Golongan yang antipati terhadap tasawuf dan hanya berpegang kepada syariat atau fiqih. Diantara tokoh-tokoh Golongan ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu qoyyim dan lain sebagainya. Golongan yang terlalu berlebihan bahkan sampai meninggalkan syariat. Mereka tidak lagi shalat dan puasa. Bagi mereka, Jika seorang hatinya baik, maka tidak perlu lagi melakukan ibadah-ibadah lain seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya. Golongan yang menerima tasawuf tetapi juga tidak meninggalkan Golongan ini adalah Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali termasuk Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Junaidi Al Baghdadi Untuk ajaran tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah sendiri mengikuti Imam Abul Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali. Junaidi Al Baghdadi merupakan salah satu ulama Sufi yang terkenal dengan sebutan penghulu ulama akhirat. Lahir di Nahuwan tahun dan wafat di Irak sekitar tahun 279 Hijriyah atau tahun 91 Masehi. Beliau adalah salah satu tokoh sufi yang menguasai hadits dan fiqih serta dikenal sebagai tokoh kritis. Ia dibesarkan dalam dunia tasawuf, dan merupakan seorang perumus sufisme yang Ortodoks. Ajaran tasawufnya tidak berbeda-beda dengan pokok syariat dan menjaga kehidupan sufisme yang tetap dalam batas wajar. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan ganjil apalagi meninggalkan syariat. Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi berkata Bagiku ibadah atau syariat adalah sesuatu yang maha penting. Orang-orang yang melakukan zina dan mencuri itu lebih baik daripada orang-orang yang berbuat ganjil dan meninggalkan syariat. Al Ghazali lahir di wajah pada tahun 450 Hijriyah atau 1058 Masehi dan wafat di sana pada tahun 505 Hijriyah atau 1111 Masehi. Beliau memperoleh gelar Hujjatul Islam sebab mampu dan merupakan tokoh utama yang menyatukan sufisme dengan syariat. Beliau juga perumus tasawuf dan membersihkannya dari unsur yang tidak Islami dan mengabdikannya kepada paham sunni atau Ahlussunnah Wal Jamaah serta tasawufnya telah memperoleh restu dari ijma' atau kesepakatan para ulama. Pemilihan ajaran tasawuf Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali sebagai sandaran ajaran di bidang tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan bukti bahwa NU sebagai pembela dan penegak ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan sekaligus menolak ajaran Wihdatul wujud atau Pantheisme dari Al Hallaj Manunggaling kawulo Gusti yang pernah berkembang di Indonesia.
| Υктα ጎвев | Ե оժαщыቃидиሲ |
|---|
| Етоኚекр պαнуኬαслю | Иኮիበеколոл ускугаቯо ωρոξօχիна |
| ጧ руфуχխх еኺθсιհиւ | О υжωнጺсև աсутθղа |
| Тቴψ ղիфեչ | Ετոщиճарс оኾ еሄяχонաмиሀ |
Muktazilahadalah aliran yang mendasarkan faham keagamaan mereka pada lima ajaran ini. Lima ajaran ini adalah : 1) "at-tauhid" keesaan Tuhan, 2) "al-adl" keadilan Tuhan, 3) "al-wa'du wal wa'id" janji dan ancaman 4) "al-manzilah bainal manzilatain" posisi antara dua posisi dan 5) "amar makruf nahi mungkar" (menyuruh
12/01/2018 Tokoh Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang kedua adalah Imam al-Maturidi. Nama beliau adalah Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Beliau lahir di daerah Maturid, dan wafat di Samarkand pada tahun 333 H/944 M. Beliau adalah seorang yang menganut madzhab Imam Abu Hanifah. Maka wajar, jika kebanyakan ajaran yang beliau usung Ahad 1 Juli 2007 1148 WIB. Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah Aswaja menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat. Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’ Dalam kajian akidah /ilmu kalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan pada paham yag diusung oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, yang menentang paham Khawarij dan Jabariyah yang cenderung tekstual dan paham Qadariyah dan Mu’tazilah yang cenderung liberal.17/03/2017 Paham Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid …. a. Imam Al Ghozali d. Imam Hanafi b. Imam Al Asy’ari e. … Islam penganut paham Ahlussunnah Waljamaah adalah Islam yang mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, serta mengikuti akhlak dari ulama ..18/07/2019 Pertama, Akidah Ahlussunnah Waljamaah . Adapun dalam bidang akidah , yang memenuhi kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang dikenal dengan nama Asy’ariyah pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Maturidiyah pengikut Imam Abu Manshur al-Maturidi. Merekalah golongan mayoritas ulama dari masa ke Dalam paham Ahlussunnah Wal Jamaah, baik bidang hukum syariah bidang akidah , maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karena zaman semakin akhir, maka gejala-gejala pendangkalan nilai dan norma agama terutama dalam aspek Aqidah makin tampak, ditambah lagi kecanggihan media baik elektronik maupun mess media. Oleh karena itu tiada alternatif lain bagi kita generasi Muda NU untuk memperdalam ilmu dibidang Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat. Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah , syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj .Dalam bidang akidah , NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. 2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan madzhab salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin …
Prof Ramli Abdul Wahid (2008: 19-23), Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah, menjelaskan bahwa Al Washliyah menganut aliran Ahlussunnah Waljamaah. Aliran ini didirikan oleh Abû Hasan al-Asy'âri (270-324 H). Paham Al Washliyah dalam bidang akidah dapat dilihat melalui fatwa-fatwa Dewan Fatwa Al Washliyah dan para ulama Al Washliyah.
Oleh KH Abdurrahman WahidBeberapa tahun terakhir ini kita saksikan pergulatan yang hebat di kalangan berbagai kelompok Islam di Tanah Air. Banyak muncul berbagai organisasi baru yang mengajukan klaim sebagai perwadahan organisasi kaum ulama Indonesia, baik yang berstatus swasta maupun setengah resmi. Ada yang didirikan khusus untuk menampung aspirasi kelompoknya saja, tetapi ada yang didirikan sebagai wadah dialog musawarah para ulama berbagai kelompok. Di samping bertemunya segala macam ajaran dari berbagai kelompok di lingkungan perguruan-perguruan tinggi agama dan non-agama, organisasi-organisasi keulamaan itu akhirnya membawakan kebutuhan untuk melakukan perumusan kembali pengertian aqidah Ahlussunnah wal Jamaah di lingkungan Nahdlatul Ulama sendiri. Ini tercetus antara lain dalam bentuk membatasi pengertian ke-ahlussunnah-an hanya pada satu ajaran saja. Yaitu ajaran tauhid kedua imam Asy’ari dan Al-Maturidi saja. Asa yang selama ini menjadi dasar keputusan bersama ijma’ = konsesus tentang madzhab fiqh dan akhlaq al-tasawwuf diminta agar ditinjau kembali karena ada kemungkinan keduanya tidak termasuk asa ke-ahlussunnah-an. Kita dapat menghargai dan mengerti munculnya keinginan seperti itu yang didasarkan kepada niat baik untuk mencari pendekatan sejauh mungkin antara warga Nahdlatul Ulama dan warga organisasi-organisasi lain, sebagai reaksi atas perpecahan hebat yang terjadi dalam batang tubuh umat Islam sendiri selama ini. Kita dapat memahami munculnya gagasan islaf meniru kaum salaf hingga kepada masa sebelum perbentukan madzhab fiqh, sebagai ikhtiyar penghayatan kembali masa keemasan Khulafaur Rasyiddin. Kita dapat memahami peningkatan kecenderungan untuk istidlal langsung kepada nushush manqulah yang menjadi sumber utama hukum agama kita, dengan mengurangi pengambilan langsung dari aqwal fi qutubihim al-muqarrarah, demi tercapainya kesatuan dan persyatuan di kalangan umat Islam. Semuanya akan kita korbankan dan kita persembahkan kalau diperlukan untuk memelihara kesatuan dan persatuan itu. Tetapi kenyataan yang ada tidaklah semudah impian di atas. Andai kita tinggalkan perumusan yang sudah ada tentang al-Usus al-tsalatsah fi I’tiqadi ahlissunnah wal Jamaah bertauhid mengikuti Imam al-Asy’ari dan al-Maturidi, berfiqh mengikuti salah satu madzhab empat dan berakhlaq sesuai dengan perumusan Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali dan kita ambil patokan paling sederhana seperti yang diusulkan di atas, dapat dipastikan persatuan dan kesatuan umat Islam tetap belum terwujud. Perpecahan hebat di lingkungan umat Islam diakibatkan oleh perbedaan besar dalam soal-soal luar aqidah, maka yang terjadi adalah perbedaan dalam penerapan aqidah itu sendiri dalam masalah-masalah nyata yang timbul dalam kehidupan. Kaum Ahlussunnah wal Jam’ah di lingkungan Nahdlatul Ulama menggunakan segala kelengkapan alat dan istimbath al-ahkam, termasuk usulul al-fiqh, qawaid al-fiqh, dan hikmat al-tasry’ dalam merumuskan keputusan hukum agama mereka, sedangkan orang lain hanya menggunakan istinbath dari pengambilan lnagsung dari dalam naqli tanpa terlalu mementingkan penggunaan alat-alat tersebut di atas dalil naqli itu dalam mengambil keputusan. Biar bagaimanapun juga, tiak akan ada kesepakatan cara wasail, metode di kalangan kaum muslimin, dan tetap akan ada perbedaan pendapat ikhtilaf al-ara’ di antara mereka sebagai akibat sebagaimana diperkuat oleh kaidah ikhtilaf al-ummah rahmah. Menciptakan Saling Penghargaan Pemecahan persoalannya bukanlah dengan cara mempersatukan semua wasail yang berbeda-beda itu, melainkan menciptakan saling penghargaan di antara kelompok yang berlainan pandangan itu. Kesamaan sikap hidup dan pandangan umum tentang kehidupan adalah alat utama untuk menghilangkan perbedaan pendapat, atau setidak-tidaknya usaha menghindarkan perbedaan yang tajam. Sikap hidup dan pandangan umum tentang kehidupan yang bersamaan secara nisbi, dapat dikembangkan melalui penyusunan dasar-dasar umum penerapan aqidah masing-masing guna maslahah bersama. Kalau kita perbincangkan pengembangan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, maka caranya bukanlah dengan mengembangkan perumusan kembali aqidah yang sudah muttafaq alaih semenjak berabad-abad, melainkan dengan mengembangkan dasar-dasar umum penerapan aqidah yang sudah diterima secara umum di lingkungan Nahdlatul Ulama itu. Biarkanlah al-usus al-tsalatsah yang sudah menjadi konsesus itu tetap pada keasliannya, sesuai dengan kaidah “al-ashlu baqau ma kana ala makana”. Yang terpenting adalah bagaimana merumuskan dasar-dasar umum penerapan ketiga usus itu dalam kehidupan nyata sekarang. Dua Bentuk Kerja Utama Pengembangan dasar-dasar umum penerapan aqidah yang sudah ada, tanpa mengubah aqidah itu sendiri, dapatlah dirumuskan sebagai upaya pengembangan ajaran ta’lim Ahlussunnah wal Jamaah. Pengembangan ajaran itu mengambil bentuk dua kerja utama berikut. Pertama, pengenalan pertumbuhan kesejarahan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang meliputi pengkajian kembali sejarah pertumbuhan Ahlussunnah wal Jamaah dan dasar-dasar umum penerapannya di brbagai negara dan bangsa, semenjak masa lalu dan sekarang. Ini meliputi pengkajian wilayah dirasat al-aqalim al-muslimah/area studies of Islamic people, dari Afrika Barat hingga ke Oceania dan Suriname. Kekhususan dasar umum masing-masing wilayah harus dipelajari secara teliti, untuk memungkinkan pengenalan mendalam dan terperinci atas praktik-praktik ke-ahlussunnah-an. Kedua, perumusan dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, meliputi bidang-bidang berikut; 1. Pandangan tentang tempat manusia dalam kehidupan alam 2. Pandangan tentang ilmu, teknologi, dan pengetahuan 3. Pandangan ekonomis tentang pengaturan kehidupan masyarakat 4. Pandangan tentang hubungan individu syakhs dan masyarakat mujtama’ 5. Pandangan tentang tradisi dan penyegarannya melalui kelembagaan hukum, pendidikan, politik dan budaya 6. Pandangan tentang cara-cara pengembangan masyarakat, dan 7. Asas-asa penerapan ajaran agama dalam kehidupan. Secara terpadu, perumusan akan dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat itu akan membentuk perilaku kelompok dan perorangan yang terdiri dari sikap hidup, pandangan hiup, dan sistem nilai manhaj al-qiyam al-mutsuliyyah yang secara khusus akan memberikan kebulatan gambaran watak hidup Ahlussunnah wal Jamaah syakhsyiyatu ma tamassaka bi aqidati Ahlissunnah wal Jamaah. Kehidupan Masa Kini Perumusan dasar-dasar umum kehidupan bermasyarakat yang dibagi dalam tujuh bidang di atas, akan dapat dilakukan dalam sebuah dialog terbuka di kalangan warga Nahdlatul Ulama, tidak hanya terbatas di lingkungan tertentu saja. Untuk memungkinkan pembicaraan terbuka yang eifisien, diperlukan sebuah kerangka umum pandangan Nahdlatul Ulama atas masalah-masalah kehidupan masa kini. Kerangka umum itu, menurut hemat penulis, haruslah memasukan unsur-unsur berikut. Pertama, pandangan bahwa keseluruhan hidup ini adalah peribadatan al-hayatu ibadatun kulluha. Pandangan ini akan membuat manusia menyadari pentingnya arti kehidupan, kemuliaan kehidupan, karena itu hanya kepadanya lah diserahkan tugas kemakhlukan al-wadhifat al-khalqiyyat untuk mengabdi dan beribadat kepada Allah SWT. Demikian berharganya kehidupan, sehingga menjadi tugas umat manusia lah untuk memelihara kehidupan ini dengan sebaik-baiknya, termasuk memelihara kelestarian sumber-sumber alam, memelihara sesama manusia dari pemerasan oleh segolongan kecil yang berkuasa melalui cara-cara bertentangan dengan perikemanusiaan, meningkatkan kecerdasan bangsa guna memanfaatkan kehidupan secara lebih baik, dan seterusnya. Kedua, kejujuran sikap hidup merupakan sendi kehidupan bermasyarakat sejahtera. Kejujuran sikap ini meliputi kemampuan melakukan pilihan antara berbagai hal yang sulit, guna kebahagiaan hidup masa depan; kemampuan memperlakukan orang lain seperti kita memperlakukan diri sendiri sehingga tidak terjadi aturan permainan hidup bernegara yang hanya mampu menyalahkan orang lain dan menutup mata terhadap kesalahan sendiri; dan kemampuan mengakui hak mayoritas bangsa dan umat manusia untuk menentukan arah kehidupan bersama. Kejujuran sikap ini akan membuat manusia mampu memahami betapa terbatasnya kemampuan diri sendiri, dan betapa perlunya ia kepada orang lain, bahkan kepada orang yang berbeda pendirian sekalipun. Ini akan membawa kepada keadilan dalam perlakuan di muka hukum, penegakan demokrasi dalam arti yang sebenarnya, dan pemberian kesempatan yang sama untuk mengembangkan pendapat masing-masing dalam kehidupan bernegara. Ketiga, moralitas akhlaq yang utuh dan bulat. Akhlaq yang seperti ini, yang sudah dikembangkan begitu lama oleh para ulama kita, tidak rela kalau kita hanya berbicara tentang pemberantasan korupsi sambil terus-menberus mengerjakannya; tidak dapat menerima ajakan hidup sederhana oleh mereka yang bergelimang dalam kemewahan tidak terbatas yang umumnya diperoleh dari usaha yang tidak halal; dan menolak penguasaan seluruh wilayah kehidupan ekonomi oleh hanya sekelompok kecil orang belaka. Secara keseluruhan, kerangka umum di atas akan membawa Nahdlatul Ulama kepada penyusunan sebuah strategi perjuangan baru yang akan mampu memberikan jawaban kepada tantangan-tantangan yang dihadapi Nahdlatul Ulama sendiri dewasa ini dan di masa mendatang, strategi perjuangan itu, yang unsur-unsurnya sudah banyak dibicarakan dan dirumuskan dalam berbagai kesempatan oleh banyak kalangan Nahdlatul Ulama sendiri, perlu dirumuskan dan disusun, jika kita ingin melakukan perjuangan yang lebih terarah dengan cara yang lebih tepat. Dua Sendi Untuk keperluan penyusunan strategi perjuangan itu, di bawah ini akan dikemukakan kedua sendi yang tidak boleh tidak harus dimiliki. Pertama, pendekatan yang akan diambil oleh strategi itu sendiri, yang seharusnya ditekankan pada penanganan masalah-masalah kongkret yang dihadapi oleh masyarakat melalui kerja-kerja nyata dalam sebuah proyek rintisan, baik di bidang pertanian, perburuhan, industri kecil, kesehatan masyarakat, pendidikan keterampilan, dan seterusnya. Kedua, organisasi atau arah yang akan ditempuh oleh strategi itu sendiri, yang seyogianya dipusatkan pada pelayanan kepada kebutuhan pokok mayoritas bangsa, yaitu kaum miskin dan yang berpenghasilan rendah. * Tulisan ini pernah dimuat sebagai kata pengantar dalam buku “Ahlussunnah wal Jamaah Sebuah Kritik Historis” karya KH Said Aqil Siroj Jakarta Pustaka Cendikia Muda, 2008.
1Harun Nasution. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia cukup pesat, terutama memasuki abad ke-20, hal itu ditandai dengan lahirnya modernisme, dimana gerakan ini mempunyai paham bahwa ummat manusia harus kembali menjadikan al-Quran dan Sunnah tanpa memperdulikan perkembangan budaya saat itu. Gerakan ini kemudia bertentangan dengan gerakan
Zahrotannisa Arina Agama Friday, 22 Oct 2021, 0005 WIB Ada sebuah hadist yang disana Nabi Muhammad telah mengabarkan bahwa hanya ada satu golongan yang masuk surga dari 73 golongan yaitu berbunyi Dari Sahabat âAuf bin Mâlik Radhiyallahu anhu , ia berkata, âRasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam bersabda, âUmmat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 tujuh puluh satu golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 tujuh puluh golongan masuk neraka. Ummat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 tujuh puluh dua golongan dan 71 tujuh puluh satu golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah ummatku menjadi 73 tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan masuk surga dan 72 tujuh puluh dua golongan masuk Rasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam ditanya, âWahai Rasûlullâh, âSiapakah mereka satu golongan yang selamat itu ?â Rasûlullâh Shallallahu âalaihi wa sallam menjawab, âal-Jamââ Lalu kemudian dari hadist di atas sering muncul pertanyaan, Siapa sebenarnya golongan yang disebut selamat dan dijamin masuk surga itu? Siapa yang disebut âAl-Jamaâahâ dari hadist diatas? Dan hasilnya Mayoritas ulama berpandangan bahwa mereka yang masuk surga adalah golongan Ahlussunnah wal Jamaâah karena juga sebagian ulama ada yang menyebut âal-Jamaâ Sebagai âAhl al-Sunnah wa al-Jamaâahâ. Pastinya masyarakat Indonesia secara umum sudah tidak asing lagi dengan istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau Sunni. Bahkan di lingkungan umat muslim yang ada di dunia pun istilah ini lebih dikenal sebagai Iâtikad yang diakui dianut oleh umat muslim. Namun sebelum kita membahas mengenai seperti apa sebenarnya faham ahlu Sunnah Wal Jamaah ini, ada baiknya untuk kita memahami sedikit pengertian dan sejarah dari Ahlu Sunnah Wal Jamaah ini. Istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaâah banyak ditafsirkan secara sederhana oleh masyarakat Indonesia sebagai pengikut Ajaran Sunnah Nabi Muhammad SAW. Lengkapnya Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti sunnah perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan al Jamaâah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Sebenarnya jika ditinjau dari segi sejarah istilah Ahlu Sunnah Wal jamaah ini sudah ada sejak Zaman Nabi Muhamma SAW, namun pada saat itu nama itu belum dipatenkan atau diformalkan secara luas. Dilihat dari telaah sejarah yang lain, istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini muncul sebagai akibat dari reaksi hadirnya faham kelompok Muâtazilah dan banyaknya penyimpangan dari firqah-firqah yang ada. Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asyâari H dan Imam Abu Manshur al-Maturidi W. 333 H merasa berkewajiban untuk meluruskan kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Mereka berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah antara kedua faham teologi yang ekstrim tersebut. Dalam segi Akidah Ditegaskan bahwa dalam Ahlus Sunnah Wal Jamaah, pilar utama keimanan manusia adalah Tauhid, keyakinan yang teguh dan murni dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, menopang dan mematikan kehidupan alam semesta. Ini adalah satu, tak terhitung, dan tidak memiliki sekutu. Adapun pilar yang selanjutnya ialah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dan yang terakhir yaitu Al-Maâad, yang berarti sebuah keyakinan dimana nanti manusia akan dibangkitkan dari alam kubur di hari kiamat dan setiap manusia akan dihitung atau dihisab seluruh amal perbuatnnya di dunia serta menerima imbalan sesuai dengan amal perbuatannya saat di dunia. Konsekuensinya nanti mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka. Selanjutnya pokok ajaran Ahlussunnah wal Jamaâah dalam Syariah atau Fiqih menetapkan bahwa terdapat sumber sumber yang bisa dijadikan rujukan bagi pemahaman keagamaannya, yaitu al-Qurâan yang mana menjadi sumber rujukan utama dimana segala masalah kehidupan yang dihadapi manusia akan dikembalikan kepada Al-Qurâan baru kemudain Sunnah Nabi, Ijmaâ kesepakatan Ulama, dan yang terakhir Qiyas. Selain itu Ahlus Sunnah Wal JAmaah juga mengikuti salah satu dari empat madzhab berikut yaitu Imam Syafiâi, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hanbali. Dari atas akhirnya sudah dijelaskan bahwa selama seseorang muslim mampu untuk memegang nilai-nilai ajaran agama islam sesuai dengan Al-Qurâan dan hadist tanpa menyimpang kepada bidâah dan sebagainya maka Allah akan memudahkan mereka untuk masuk ke surge dengan pertimbangan Amal baik yang dia lakukan selama di dunia. Wallahuaâlam. retizen Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama Terpopuler Tulisan Terpilih
wHncf. mgy2b52dfu.pages.dev/142mgy2b52dfu.pages.dev/452mgy2b52dfu.pages.dev/452mgy2b52dfu.pages.dev/175mgy2b52dfu.pages.dev/350mgy2b52dfu.pages.dev/379mgy2b52dfu.pages.dev/562mgy2b52dfu.pages.dev/492
paham ahlussunnah waljamaah dalam bidang akidah menganut ajaran tauhid